Kamis, 27 Oktober 2016



Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas bidang study sejarah indonesia semeter 1 tahun ajaran 2015-2016


Hasil gambar untuk SMA NEGERI 4 SAMARINDA



Disusun oleh

  Nama Ketua kelompok:       1. arianto bahktiaR
 Nama anggota:             2. puspita sari
                      3. kamil
                      4. rezki aditia
                      5. bambang .k.

                                               Kelas : XII-IPA-4


Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Samarinda tahun 2015

HALAMAN PENGESAHAN

 karya tulis atau makalah sejarah
SMAN 4 Samarinda kelas XII IPA 4
Pada tanggal 28 - 08- 2015








                             Samarinda, 28-08-2015
Mengetahui,
Kepala sekolah SMAN 4,





H. Syarifuddin, Spd M. Ap
 
 


Pembimbing/guru bidang study





Text Box: Aris setiyo irwanto, S.pd

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya kepada kita semua. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan untuk Muhammad ﷺ berikut para keluaga dan sahabatnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah kami ucapkan, atas berkat rahmat Allah SWT serta kerja keras kami, akhirnya kami murid SMAN 4 Samarinda kelas XII IPA 4 dapat  menyusun makalah yang berjudul “ pembentukan RIS ” yang disusun berdasarkan referensi primer dan data yang valid serta fakta dan bukti yang dapat diketahui dari aktivitas masyarakat atau sejarah di Indonesia yang juga di dapatkan dari data di internet.
Makalah ini dimaksudkan untuk menambah pemahaman serta ilmu pengetahuan kepada pembacanya yang disertai serangkaian informasi yang telah disediakan. kemudian bertujuan sebagai pembelajaran untuk kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya kepada yang terhormat kepala sekolah, pembingbing/guru bidang study/wali kelas XII IPA 4, guru bidang study sejarah indonesia, orang tua kami serta teman - teman yang ikut mendukung makalah ini kami ucapkan terimakasih.
Kemudian kami memohon maaf khususnya kepada pembaca yang akan membaca makalah ini. bila terdapadat kesalahan dalam mengetik kata dan kalimat serta ketidak sempurnaan makalah ini.
Semoga dengan makalah ini kami berharap agar pembaca bisa memahami, mengerti dan merespon dengan memberikan keritik dan sarannya kepada kami.




Samarinda, agustus 2015



Tim penyusun

DAFTAR ISI


Halaman judul .............................................................................................................   I
Halaman pengesahan ................................................................................................   II
Kata pengantar ............................................................................................................   III
Daftar isi ........................................................................................................................   IV
Bab I  Pendahuluan..................................................................................................   1
a). Latar belakang.....................................................................................   1
Perjanjian Linggarjati...................................................................................   1
Agresi Militer Belanda II ........................................................................   3
Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.........................   3

Bab II  Landasan teori.
a). Terbentuknya RIS................................................................................   4
b). Menuju repuplik indonesia serikat..............................................   6
c)Terbentunya negara-negara boneka di indonesia....................   12
Bab III Pembahasan.
a)Perkembangan repuplik indonesia serikat.......................... ............................   29
b).berakhirnya repuplik indonesia serikat...........................................................   29
Bab IV penutup. 
a)        Kesimpulan..............................................................................................................   33
b)        Gambar kegiatan RIS.........................................................................................   34
c)        Daftar pustaka.......................................................................................................   34



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah Republik. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.[2]
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh resolusi Dewan Keamanan, Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik Indonesia, yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan.[3]
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibukota sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan posisi perunndingan antara delegasi Republik dan federal, dalam paruh kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus, Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya.[4] Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja Bundar akan digelardi Den Haag.
Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi sebagai berikut :
1. Perjanjian Linggarjati
Pihak Inggris terus mengupayakan perundingan agar menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan konflik antara pihak Indonesia dengan Belanda dengan perantaraan diplomat Inggris, Lord Killearn. Pada awalnya pertemuan diselenggarakan di Istana Negara dan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Dalam perundingan itu pihak Indonesia dipimpin Sutan Syabrir dan pihak Belanda oleh Pro. Schermerhorn. Kemudian perundingan dilanjutkan di Linggarjati. Isi perjanjian Linggarjati:
1.       Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
2.       Akan dibentuk negara federal dengan nama Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia
3.       Dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai kepala uni
4.       Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Uni Indonesia-Belanda sebelum tanggal 1 Januari 1949
Perjanjian Linggarjati  yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan dari partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
Pengesahan Perjanjian Linggarjati
Akhirnya, KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati  pada tanggal 25 Februari 1947, bertempat di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Apabila ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, namun bila dipandang dari segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat. Hal ini disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta beberapa negara-negara Arab telah memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.

Persetujuan itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Bahkan dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda, Republik Indonesia mengirim utusan ke sidang PBB dengan tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional semakin bertambah kuat. Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.

Kehadiran utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim komisi jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara. Indonesia mengusulkan Austra-lia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara yang diusulkan itu menunjuk Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C. Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini menjadi perantara dalam perundingan berikutnya,


2. Agresi Militer Belanda II

Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen.

Lalu pada 23 Agustus hingga 2 November 1949, diadakanlah Konferensi Meja Bundar, yaitu sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Hasil dari pertemuan tersebut adalah: Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat; Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda

Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, selang empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.





BAB II
LANDASAN TEORI
Judul
Saat-saat pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS
Sumber Katalogisasi
JKPNPNA
Sumber (Artikel)
Koleksi Idayu Album 19 Hal.2
Subjek
1.      Pelantikan
2.      Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS)
3.      Soekarno
Dokumen Digital

Prapandang
Anotasi
Saat-saat pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS di Siti Hinggil, Kraton Yogyakarta, 17 Desember 1949.
A.Terbentuknya RIS

Republik Indonesia Serikat, disingkat RIS, adalah suatu negara federasi yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.

Republik Serikat Indonesia. Republik Indonesia ditampilkan warna merah.
Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri beberapa negara bagian, yaitu:
Negara bagian
Ibu kota
Wali negara
Jakarta
Makassar
Bandung
Surabaya
 ?
Medan
Palembang
Di samping itu, ada juga wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi, yaitu:
Otonom
Ibu kota
Presiden
Semarang
Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
Pontianak
Banjarmasin
J. Van Dyk
Banjarmasin
Kotabaru
Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)
Samarinda



Republik Indonesia Serikat dibubarkan pada 17 Agustus 1950.
Republik Indonesia Serikat memiliki konstitusi yaitu Konstitusi RIS. Piagam Konstitusi RIS ditandatangani oleh para Pimpinan Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu
1.       Mr. Susanto Tirtoprodjo dari Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville.
2.       Sultan Hamid II dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat
3.       Ide Anak Agoeng Gde Agoeng dari Negara Indonesia Timur
4.       R. A. A. Tjakraningrat dari Negara Madura
5.       Mohammad Hanafiah dari Daerah Banjar
6.       Mohammad Jusuf Rasidi dari Bangka
7.       K.A. Mohammad Jusuf dari Belitung
8.       Muhran bin Haji Ali dari Dayak Besar
9.       Dr. R.V. Sudjito dari Jawa Tengah
10.   Raden Soedarmo dari Negara Jawa Timur
11.   M. Jamani dari Kalimantan Tenggara
12.   A.P. Sosronegoro dari Kalimantan Timur
13.   Mr. Djumhana Wiriatmadja dari Negara Pasundan
14.   Radja Mohammad dari Riau
15.   Abdul Malik dari Negara Sumatera Selatan
16.  Radja Kaliamsyah Sinaga dari Negara Sumatera Timur
B. MENUJU REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Indonesia Era 1945-1949 dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi oleh Belanda yaitu Netherlend Indische Civil Administration (NICA) sebagai pemerintahan sipil belanda yang akan berusaha mengambil alih pemerintahan dan mewakili kerajaan belanda, dan menyebar ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan diakhiri dengan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Terdapat banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya (War for Independence: 1945 to 1950).
Setelah kekalahan dan penyerahan Jepang kepada Sekutu, belanda tidak membuang begitu saja kesempatan untuk dapat kembali menguasai Indonesia. Dengan pemerintahan sipil belanda NICA, belanda mulai menyusuri wilayah – wilayah strategis di Indonesia untuk kemudian mereka jadikan pusat – pusat pemerintahan bagi Belanda. Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945 seolah – olah bukan sebuah tantangan dan hambatan bagi usaha belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia.
Belanda melalui Netherland Indische Civil Administration (NICA) berusaha menaklukan kembali wilayah – wilayah strategis di Indonesia yang sempat jatuh ke tangan pemerintahan pendudukan Jepang. Dengan berbagai propaganda yang dilancarkan kepada pemerintahan Republik Indonesia yang baru merdeka dan dunia Internasional, belanda sedikit demi sedikit mulai kembali mendapatkan hegemoninya untuk menguasai Indonesia.

1. Latar Belakang Republik Indonesia Serikat (RIS)

Republik Indonesia serikat (RIS) adalah sebuah bentuk simbol dari kekuasaan Pemerintahan Belanda di Indonesia. RIS diusahakan oleh pemerintah belanda bukan tanpa alas an, tetapi mereka bertujuan untuk dapat menjadikan Indonesia sebagai mercusuar bagi belanda di kawasan Asia Tenggara.
Dalam pidato mahkota pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina menyinggung tentang panggilan moral kebijaksanaan politik kolonial, yang selanjutnya akan menghentikan pemerasan di Hindia Belanda sebagai daerah rampasan. Kabijaksanaan ini akan lebih memperhatikan perluasan pendidikan dan perbaikan Rakyat Indonesia (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:10).
Sebenarnya dalam awal abad 20, pemerintah Belanda melalui pidato mahkota Ratu Wilhelmina telah menegaskan tentang pemberian hak politik dalam kehidupan rakyat Indonesia melalui Politik Etis (Politik Balas Budi) Belanda. Bangsa Indonesia mempunyai peluang dan kesempatan untuk menyususn dan menggerakan rakyat dalam proklamasi kemerdekaan. Tetapi dalam pelaksanaannya, upaya untuk meringankan beban bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda tidak kunjung dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan pemerintah Hindia Belanda menyalahgunakan wewenang kekuasaannya di Hindia Belanda. Hal ini pulalah yang membuat sistim pemerintahan di Hindia Belanda tidak teratur dan belum menemukan bentuk dari pemerintahan yang diinginkan oleh Belanda.
Pokok pikiran, bahwa bangsa Indonesia belum matang untuk memerintah diri sendiri dan untuk suatu pemerintahan parlementer penuh menjadi alasan keputusan pemerintah Belanda untuk tidak melaksanakan “Janji November” (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:11).
Dalam masa colonial belanda di Indonesia, tidaklah jelas bagaimana sistim pemerintahan Indonesia harus dilakukan. Parlemen belanda dalam menyikapi permasalahan Hindia Belanda telah terbagi dalam dua sikap Golongan pertama adalah golongan konservatif, golongan yang menginginkan Hindia belanda tetap menjadi Negara jajahan dari Belanda dan menjadikannya sebagai Negara persemakmuran dari Belanda. Golongan kedua adalah golongan pro kemerdekaan bangsa Indonesia, golongan yang menginginkan Indonesia menjadi Negara yang merdeka. Golongan kedua berpendapat bahwa sudah sejak lama Belanda menjajah Indonesia, dan sudah saatnya belanda memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Ketika kemerdekaan diproklamasikan hanya da juumlah kecil kaum terpelajar. Ini merupakan akibat sistempendidikan zaman penjajahan yang bertujuan menyekolahkan hanya anak – anak pegawai negeri dan para kepala Bumiputra pemerintah colonial. Ketika serbuan Jepang, hanya terdapat 344 orang sarjana dan 221 orang Dokter untuk penduduk yang 60 juta jiwa rakyat Indonesia (Mochtar Lubis, 1979:145).
Pergantian penjajahan di Indonesia tahun 1942 dari Belanda kepada jepang, telah memberi suasana politik di Indonesia yang berbeda dari sebelumnya (ketika dijajah Belanda). Tujuan dan tekad bangsa Indonesia untuk mengupayakan kemerdekaan dapat terwujud ditahun 1945 setelah jepang menyatakan kalah dari Sekutu dalam Perang Dunia II, dan Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Tujuan Belanda mempertahankan Indonesia sebagai Negara jajahannya dan menjadikan Indonesia sebagai Negara persemakmuran Belanda adalah bentuk dari pada menjadikan Indonesia sebagai Negara boneka seperti yang dilakukan oleh Inggris kepada Malaysia. Dengan tujuan tersebut, maka Belanda mengirim DR. HJ. Van Mook sebagai Letnan Gubernur Jendral untuk dapat merubah ketatanegaraan Indonesia menjadi sebuah Negara boneka yang berbentuk federal.
Van Mook mengusulkan supaya pemerintah Belanda beralih kepada susunan kenegaraan Federal di Indonesia. Pemikiran ini dikongkretkan pada tanggal 25 November 1945 dan kemudian dipakai sebagai dasar di dalam pembicaraan selama Konferensi Malino pada bulan Juli 1946. Dalam konferensi ini wakil – wakil Kalimantan dan Indonesia Timur berkesimpulan bahwa dalam tertib ketatanegaraan Indonesia, federalism harus menjadi dasar suatu kesatuan tata Negara yang meliputi seluruh Indonesia: jadi bentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS) (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:18).
Ide untuk mendirikan sebuah Negara serikat di Indonesia yang diprakarsai oleh Van Mook, berlatar belakang dari keberhasilan Amerika dalam mendirikan Negara serikat. Cita – cota inilah yang dilakukan Van Mook di Indonesia dengan mendirikan Negara boneka di beberapa daerah di Indonesia untuk dijadikan Negara bagian, serta berusaha mempengaruhi pimpinan daerah – daerah tersebut dengan ide – ide tentang pembentukan Negara federal di Indonesia dengan nama Negara Indonesia Serikat.
Pada tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai penyelenggaraan konferensi di Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh beberapa utusan daerah yang telah dikuasai Belanda. Konferensi Malino membahas pembentukan Negara-negara bagian dari suatu Negara federal. Berawal dari konferensi tersebut, Van Mook atas nama Negara Belanda mulai membentuk negara-negara boneka yang tujuannya adalah untuk mengepung dan memperlemah keberadaan Republik Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-negara boneka, RI dan Negara-negara bagian akan dengan mudah diadu domba oleh Belanda. Hal ini merupakan perwujudan dari politik kolonial Belanda, yaitu Devide et Impera (Historia66's Blog, 1 Maret 2010).
Di dalam masa peralihan sebelum lahirnya NIS, pemerintah Belanda hanya mau mengakui Republik Indonesia sebagai sebuah Negara bagian, atas dasar persamaan derajar dengan Negara – Negara bagian lainnya, yang kemudian akan menjadi bagian NIS yang merdeka. Belanda juga menuntut, Republik harus mengembalikan semua wewenang yang diambil secara sewenang – wenang, Republik harus memutuskan hubungan – hubungan dengan luar negeri dan menghapuskan dinas diplomatiknya. Tentara Nasional Indonesia pun harus dibubarkan, karena sebuah Negara bagian tidak berhak punya tentara sendiri. Secara singkat pemerintah belanda menuntut Republik Indonesia menanggalkan hak kedaulatannya yang dicapainya sejak Proklamasi Republik pada tanggal 17 Agustus 1945, sedangkan Wakil Tinggi Mahkota mendapat kekuasaan besar selama masa peralihan.
2. Masalah Indonesia di Mata Dunia Internasional
Upaya Belanda dalam menciptakan propsaganda dan provokasi terhadap dunia internasional mengenai Indonesia tidak berjalan mulus, karena sebagian besar negara – negara di kawasan Asia dan Afrika mendukung dan memberikan bantuan untuk dapat mempertahankan Republik Indonesia.
Pada awal Bulan Maret 1949 Menteri Luar Negeri Iran menyampaikan sebuah nota kepada wakil Belanda di Teheran. Dalam nota ini dikatakan bahwa Pemerintah Iran akan tampil ke muka membela kepentingan kaum muslimin Indonesia, dan akan sangat menghargai penyelesaian yang sesuai dengan piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB), dan mengaharapkan supaya Nederland selekasnya mengambil langkah – langkah ke arah terjaminnya kemerdekaan dan kebebasan Indonesia (A.H. Nasution, 1976:5).
Pemerintah Iran dengan tegas dan lantang akan mendukung dan membantu terhadap tercapainya sebuah kesepakatan melalui dewan keamanan PBB untuk dapat memberikan kemerdekaan dan kebebasan terhadap Indonesia. Walaupun pembelaan Iran terhadap Indonesia lebih dikarenakan factor kepercayaan (agama), tetapi ini membuktikan bahwa hubungan internasional Indonesia dengan negara – negara di kawasan Asia sangat kuat dan tidak mudah untuk dicegah oleh propaganda dan provokator yang dilancarkan oleh pemerintah belanda kepada dunia internasional.
Walaupun mendapat tentangan dan kecaman dari dunia intenasional, tetapi belanda tetap melakukan Agresinya karena mendapat dukungan dari Amerika, Inggris, dan Prancis. Ketjiga negara adidaya tersebut berpendapat bahwa Indonesia adalah sasaran kaum komunis dalam mendirikan negara komunis. Tetapi tujuan sesungguhnya dari Agresi militer yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia adalah untuk menyudutkan dan membatasi ruang gerak pemerintahan Indonesia dengan menguasai satu persatu wilayah nusantara.
Pula diumumkan resolusi dari National Planning Association, sebuah badan swasta non-profit yang besar pengaruhnya, yang menyusun rancangan – rancangan untuk pertanian dan perdagangan. Tuntutan – tuntutan seperti tersebut di bawah ini, diajukan kepada pemerintah belanda :
1.      Pembebasan Pimpinan – pimpinan Republik dengan segera.
2.      Penarikan pasukan – pasukan Belanda dari daerah yang dalam bulan Desember 1948 masih berada dalam kekuasaan Republik.
3.      Pelaksanaan Persetujuan Renville
4.      Segera dibukanya kembali perundingan – perundingan di bawah pengawasan PBB. (A.H. Nasution, 1976:23).
Dukungan dan tuntutan pembebasan terhadap pimpinan Indonesia disuarakan oleh Senator Amerika bernama Brewster, dengan posisinya sebagai Senator di Parlemen di Amerika Serikat mencoba berusaha merubah arah kebijakan pemerintaha Amerika yang cenderung mendukung Agresi Belanda atas Indonesia.
Perdana Menteri India yaitu Pandit Jawaharlal Nehru membahas masalah Indonesia melalui Konferensi Asia di New Delhi pada tanggal 20 Januari 1949. Konferensi Asia di hadiri oleh 19 Negara di Asia dan Afrika termasuk Australia yang mengirim utusannya. Pada Konferensi Asia di New Delhi, Indonesia diwakili oleh beberapa pejabat penting diantaranya :
1.      Mr. A.A. Maramis (Menteri Luar Negeri PDRI)
2.      Mr. Utoyo (Wakil Indonesia di Singapura)
3.      Dr. Sudarsono (Wakil Indonesia di India)
4.      H.A. Rasyidi (Wakil Indonesia di Mesir)
5.      Dr. Sumitro (Wakil dagang RI di Amerika Serikat)
Dalam pertemuan Konferensi Asia di New Delhi India, menghasilkan Resolusi yang menuntut Dewan Keamanan PBB segera mengambil langkah – langkah untuk dapat menyelesaikan permasalahan indonesia dengan Belanda. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap perdamaian dunia.
Kesembilan belas negara semuanya menjanjikan akan menyokong sepenuhnya setiap tindakan yang akan diambil oleh Dewan Keamanan. Resolusi itu mengandung pula pasal – pasal berikut :
1.      Pembebasan semua tawanan politik
2.      Memberikan keleluasaan bergerak bagi semua pembesar Republik
3.      Pengembalian kepada Republik semua daerah di Jawa, Sumatera, dan Madura, yang sejak tanggal 18 Desember 1948 diduduki oleh Belanda
4.      Dihapuskannya Blokade Ekonomi oleh Belanda
5.      Pembentukan pemerintahan interim Indonesia pada tanggal 1 Maret 1949
6.      Pemilihan umum bagi terbentuknya suatu badan pembentuk undang – undang dasar pada tanggal 1 Oktober 1949. (A.H. Nasution, 1976:59).
Konferensi Asia yang diselenggarakan di India tersebut telah membawa dampak dan pengaruh yang cukup besar, Dewan Keamanan PBB tidak dapat begitu saja mengabaikan hasil konferensi Asia yang dihadiri Sembilan belas negara di Asia dan Afrika termasuk Australia. Belanda dalam hal ini berada dalam posisi kurang baik, karena usaha propaganda dan provokasinya terhadap Indonesia tidak berhasil dan sedikit demi sedikit mulai kehilangan pengaruhnya.
3. Jalan Menuju Konferensi Meja Bundar

Kegagalan Belanda dalam melancarkan provokasi dan propaganda di dunia internasional, mengakibat keadaan yang tidak menguntungkan bagi pemerintah Belanda. Agresi militer yang dilancarkan pihak Belanda kepada Indonesia dengan menggunakan dalih untuk menghalau laju perkembangan faham  Komunis ternyata telah menimbulkan banyak kecaman dari berbagai Pihak di dunia internasional termasuk Dewan Keamanan.
Belanda semakin tersudut manakala dunia internasional mengecam terhadap tindakan Belanda yang menangkap dan membatasi gerakan politik Republik Indonesia. Sehingga dalam Konferensi Asia di India menuntut belanda segera melepaskan para Pemimpin Indonesia dan mengembalikan mereka pada posisinya sebagai pimpinan Republik Indonesia. Dan mengecam pemerintah Amerika dan Inggris yang seolah – olah mendukung terhadap tindakan Belanda.
Belanda tidak diam terhadap kecaman – kecaman yang ditujukan kepada pemerintah Belanda oleh dunia internasional. Belanda berusaha mengadakan pembelaan dan membenarkan terhadap Agresi militernya di Indonesia sebagai berikut :
a.       Militer Indonesia selalu berusaha untuk menginfiltrasi daerah – daerah yang telah dikuasai oleh Belanda.
b.      Pemerintah Republik Indonesia tidak dapat mengendalikan militernya yang selalu berusaha merusdak ketentraman dan perdamaian di perbatasan daerah kekuasaan Belanda.
c.       Republik Indonesia tidak dapat menekan bahaya faham komunis yang semakin berkembang di Indonesia.
Dengan keadaan Belanda yang tidak menguntungkan, pemerintah Belanda harus menerima desakan dan intervensi dunia internasional baik dari hasil Konferensi Asia di India, Resolusi PBB tentang konflik antara Belanda dan Indonesia, dan juga desakan perundingan dari pemerintah Amerika Serikat.
Sebenarnya perundingan antara Indonesia den belanda sudah dilakukan melalui Komite Tiga Negara (KTN) di mana Indonesia diwakili oleh Australia, belanda diwakili oleh Belgia dengan Amerika sebagai penengah. KTN pun pernah melakukan perundingan yang difasilitasi oleh Amerika yang dilakukan di Kapal USS. Renville yang menghasilkan tentang perencanaan pelaksanaan perundingan yang menghasilkan kesepakatan antara Republik dan Belanda.
Perlu kiranya diamatai, ternyata proses pejuangan melepaskan diri dari tekanan Belanda bukan hanya dilakukan oleh Republik. Bijeenkomst Federaale Overleg (BFO) atau musyawarah istimewa kaum federal dan strategi konseptor negara federal, Ide Anak Agung Gde Agung.
BFO merupakan daerah – daerah bagian republic Indonesia yang selama Agresi militer Belanda berhasil dikuasai dan dijadikan Negara Boneka demi mempersempit ruang lingkup Politik Republik Indonesia. BFO berusaha untuk bagaimana caranya terjadi perundingan antara Indonesia dengan belanda sehingga tercipta kesepakatan untuk mengakhiri konflik yang selama ini membuat masyarakat Indonesia mengalami kesengsaraan akibat konflik kedua negara.
Konferensi Meja Bundar merupakan sebuah perundingan tindak lanjut dari semua perundingan yang telah ada. KMB dilaksanakan pada 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 di Den Haag, Belanda. Perundingan ini dilakukan untuk meredam segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh Belanda yang berujung kegagalan pada pihak Belanda. KMB adalah sebuah titik terang bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari Belanda, menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda, dan berusaha menjadi negara yang merdeka dari para penjajah.
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda, dan perwakilan badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda. Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB:
a.       Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b.       BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c.       Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d.       UNCI diwakili oleh Chritchley.

Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
a.       Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b.       Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c.       Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
d.       Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda

Demikian Konferensi Meja Bundar yang dilakukan di Den Haag Belanda menghasilkan beberapa kesepakatan antara belanda dan Indonesia. Dengan adanya Republik Indonesia Serikat, Belanda berupaya menekan dan melebur RI menjadi negara bagian Pemerintahan Belanda. Tetapi untuk mencegah hal tersebut terjadi, Soekarno ditetapkan sebagai Presiden RIS.

C. Terbentuknya Negara-Negara Boneka di Indonesia
Belanda yang ingin kembali menguasai wilayah Indonesia terus melakukan tindakan-tindakan untuk merebut kembali wilayah-wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia berhasil dipecah-pecah oleh Belanda. Oleh karena itu, bangsa Indonesia berjuang untuk merebut kembali wilayah-wilayahnya baik melalui perjuangan bersenjata maupun melalui jalan perundingan.

a. Negara-negara Boneka Bentukan Belanda
Negara boneka adalah negara yang secara resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya. Tujuannya adalah untuk mengepung kedudukan pemerintahan Republik Indonesia atau mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Setiap negara bagian atau negara boneka yang diciptakan Belanda tersebut dipimpin oleh seorang yang ditunjuk oleh Belanda. Melalui negara-negara boneka yang dibentuknya, Belanda membentuk Pemerintahan Federal dengan Van Mook sebagai kepala pemerintahannya. Dalam Konferensi Federal di Bandung pada tanggal 27 Mei 1948 lahirlah Badan Permusyawaratan Federal (BFO). Di dalam BFO terhimpun negara-negara boneka ciptaan Belanda.
Berikut adalah negara-negara boneka ciptaan Belanda:
1. Negara Repuplik indonesia
Negara Republik Indonesia adalah salah satu bagian dari Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 . NRI juga menjadi pusat dari RIS karena ibukotanya Jakarta ada di Wilayah NRI. Karena Presiden Soekarno menjadi Presiden RIS maka diangkat Mr.Assaat menjadi Acting Presiden Indonesia dan Mr. Soesanto Tirtoprodjo sebagai Perdana Menteri hingga pada 17 Agustus 1950 RIS bubar dan berdiri Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Assaat melepaskan jabatan kepada Soekarno.
Wilayah
NRI mencakup Wilayah - Wilayah ini :
·         Wilayah Sumatera
·         Wilayah DKI Jakarta
·         Wilayah Banten
·         90 % Wilayah Sumatera
·         75 % Wilayah Jawa Tengah
·         Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
Pemimpin :
Presiden
Nama
Foto
Jabatan dimulai
Jabatan berakhir
27 Desember 1949
17 Agustus 1950
Perdana Menteri
Nama
Foto
Jabatan dimulai
Jabatan berakhir
Kabinet
27Desember 1949
16 Januari 1950
16 Januari 1950
6 September 1950
2. Negara Indonesia Timur
Negara Indonesia Timur
Negara bagian RIS
1946–1950
Flag
Wilayah N.I.T ditunjukkan pada warna emas
Ibu kota
Zaman sejarah
 - 
Didirikan
24 Desember 1946
 - 
Dibubarkan
17 Agustus 1950
Area
 - 
1946
349.088 km2 (134.784 sq mi)
 - 
1946
10.290.000 

29,5 /km2  (76,3 /sq mi)
Bendera Negara Indonesia Timur
Negara Indonesia Timur adalah negara bagian RIS yang meliputi wilayah Sulawesi, Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara) dan Kepulauan Maluku, ibukotanya Makassar. Negara ini dibentuk setelah dilaksanakan Konferensi Malino pada tanggal 16-22 Juli 1946 dan Konferensi Denpasar dari tanggal 7-24 Desember 1946 yang bertujuan untuk membahas gagasan berdirinya negara bagian tersendiri di wilayah Indonesia bagian timur oleh Belanda. Pada akhir Konferensi Denpasar 24 Desember 1946, negara baru ini dinamakan Negara Timur Besar, namun kemudian diganti menjadi Negara Indonesia Timur pada tanggal 27 Desember 1946.[1]
Negara Indonesia Timur terbagi menjadi 13 daerah otonomi:
1.       Daerah Sulawesi Selatan
2.       Daerah Minahassa
4.       Daerah Sulawesi Utara
5.       Daerah Sulawesi Tengah
6.       Daerah Bali
7.       Daerah Lombok
8.       Daerah Sumbawa
9.       Daerah Flores
10.   Daerah Sumba
Menurut hasil Konferensi Denpasar, wilayah Negara Indonesia Timur meliputi Karesidenan berikut, seperti termaktub dalam Staatsblad 1938 nomor 68 jo Staatsblad nomor 264, kecuali Irian Barat, yang akan ditetapkan kemudian hari.[2]
3.       Karesidenan Bali
4.       Karesidenan Lombok
5.       Karesidenan Maluku
Republik Indonesia, yang ditujukan pada negara kesatuan dan banyak kekuasaan dan pengaruh punya di Jawa dan Sumatera, melihat politik federalis (struktur federal Indonesia) sebagai upaya untuk Partai Republik untuk melemahkan dan sebagai "kebijakan membagi-dan-aturan "Belanda. Dia dianggap sebagai negara yang baru dibentuk pertama sebagai vasal Belanda. Pada awalnya, pemerintah Negara Indonesia Timur memang berorientasi ke Negeri Belanda. Tanpa Belanda (keuangan) mendukung negara tidak bisa ada. Pejabat pemerintah Belanda tetap waktu yang lama sebagai manajer atau konsultan di pemerintah dan dengan demikian memiliki pengaruh pada kebijakan. Tellingly, misalnya, adalah seorang Belanda, Mr Hamelink, adalah Menteri Keuangan.
Tjokorda Gde Sukawati Rake adalah yang pertama dan satu-satunya presiden negara ini . Ada lembaga perwakilan sementara terpilih dan pemerintah . Pemilihan perwakilan lebih atau kurang demokratis , yaitu, ada pengaruh signifikan dari raja raja tradisional dan pemilu berada di beberapa tempat diboikot oleh republiken . Namun, ada representasi pro - republik signifikan . Pemerintah melakukannya dari awal dengan solid Republik ( = Unitarian ) oposisi . Dua pemerintah pertama adalah oléh korupsi dan menunjang pasti tindakan militèr pertama Belanda berumur pendek . Pemerintah dua ini masih terlihat pada tali kekang punya pemerintah Belanda .
Ide Anak Agung Gde Agung selanjutnya menjadi Perdana Menteri. Dia mau kerja sama adalah dengan Republik Indonesia. Dia terlihat oleh kedua belah pihak sebagai seorang politisi mampu dan administrator . Dia ingin bekerja sama dengan Partai Republik , yang disebut " Politik Sintesis " . Dia berhasil di negara bagian untuk mengambil posisi lebih independen. Partai Republik mengakui sebagai hasilnya, pada tahun 1948, Indonesia Timur, bahkan sebagai negara. Hasilnya adalah bahwa ada Partai Republik lainnya di Eastern Indonesia bersedia bekerja sama atau setidaknya penentangan mereka terhadap negara dimoderasi. Tetapi kontras antara "federalis" dan "Unitarian" tetap. Para pejabat pemerintah Belanda, yang masih dipekerjakan oleh negara umumnya setia kepada pemerintah negara bagian, bahkan jika itu bertentangan dengan kebijakan pemerintah Belanda / India di Batavia, tapi negara tetap secara finansial tergantung pada mereka.
Pada Aksi militer Belanda kedua Pemerintah NIT mengundurkan diri, menurut Anak Agung gde Agung dirinya sebagai protes. Sesudahnya Kemudian pendekatan dia ke Republik Indonesia menjadi lebih ramah. Dia selalu berusaha untuk melibatkan Republik di konsultasi federal tetapi gagal di sana.
Di (Sementara) parlemen adalah (seperti yang dilaporkan sebelumnya) fraksi kuat yang republikan (nasionalis, Unitarian) yang keraguan yang kuat tetap bercokol di N.I.T atau bahkan ditolak dan ingin bersambung dengan Republik Indonesia, tapi ada juga pendukung yang signifikan federalisme dan negara. NIT ini terdiri dari kurang lebih independen provinsi, daerahs disebut. Bangunan melalui daerahs sulit, terutama karena harus ada kompromi antara manusia lama pangeran pribumi, yang berjuang untuk melepaskan posisi mereka dan kekuasaan mereka dan demokratisasi dewan ditemukan. Democratsisering oleh karena itu datang hanya dengan susah payah. The daerahs juga cenderung self-negara. Band dari populasi dengan Daerah sendiri umumnya lebih kuat dibandingkan dengan yang lebih abstrak "Negara".
Negara Indonesia Timur didirikan untuk menyaingi dan memaksa Republik Indonesia untuk menerima bentuk negara federasi; dengan tujuan mengecilkan wilayah Republik Indonesia sehingga hanya menjadi salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Negara Indonesia Timur bubar dan semua wilayahnya melebur ke dalam Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Presiden
Presiden Sukawati dari Negara Indonesia Timur bersama istri (orang Prancis) dalam kunjungan ke Minahasa (1948)
24 Des 1946 - 17 Agu 1950 - Tjokorda Gde Raka Soekawati
Kabinet dan Perdana Menteri
·         13 Jan 1947 - 02 Jun 1947 - Nadjamoedin Daeng Malewa - Kabinet Pertama
·         02 Jun 1947 - 11 Okt 1947 - Nadjamoedin Daeng Malewa - Kabinet Kedua
·         11 Okt 1947 - 15 Des 1947 - Kabinet Warouw
·         15 Des 1947 - 12 Jan 1949 - Ide Anak Agung Gde Agung - Kabinet Pertama
·         12 Jan 1949 - 27 Des 1949 - Ide Anak Agung Gde Agung - Kabinet Kedua
·         27 Des 1949 - 14 Mar 1950 - Kabinet J.E. Tatengkeng
·         14 Mar 1950 - 10 Mei 1950 - Kabinet D. P. Diapari
·         10 Mei 1950 - 17 Agu 1950 - Kabinet J. Poetoehena
Peristiwa[3]
·         27 Mei 1947 - Pengunduran diri ketua DPRS Tadjoeddin Noer
·         3 Des 1947 - DPRS mengirim misi persaudaraan ke Republik Indonesia di Yogyakarta
·         30 Des 1947 - Pihak oposisi mendirikan Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (GAPKI) di Makasar, dipimpin oleh A. Mononutu
·         22 Jan 1948 - RI mengakui NIT sebagai negara bagian dari RIS yang akan dibentuk
·         18 Feb 1948 - Misi persaudaraan dari GAPKI tiba di Yogyakarta
·         Okt 1948 - RI mengirim misi persaudaraan ke NIT yang diketuai Mr.Sartono
·         Des 1948 - Kabinet NIT memprotes keras Agresi Militer II ke wilayah RI
·         6 Feb 1949 - PM Ide Anak Agung Gde Agung selaku penghubung BFO menemui Wapres Bung Hatta yang ditawan Belanda di Bangka.
3. Negara Pasundan
Negara Pasundan
1948–1950
Flag
Walinegara
Sejarah

 - 
Didirikan
24 April 1948
 - 
Bergabung dengan Republik Indonesia
24 Maret 1950
Negara Pasundan adalah salah satu negara bagian dari negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) yang didirikan oleh Belanda pada tanggal 24 April 1948. Letaknya di bagian barat Pulau Jawa (sekarang DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan Banten) dan beribu kota di Bandung. Presiden pertama dan terakhirnya adalah Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema. Berdirinya Negara ini sangat tergantung akan bantuan Belanda, nampak terlihat saat Raden Soeriakarta Legawa akan memproklamasikan pendirian negara ini di Bandung tahun 1947, Raden Soeria Kartalegawa menunggu terlebih dahulu Pasukan Divisi Siliwangi yang hijrah ke Yogyakarta pergi.[1]
Pada konferensi ketiga pembentukan Negara Pasundan terdapat banyak peserta yang pro republik yang dipimpin oleh Raden Soejoso, eks Wedana Senen, Jakarta. Dari tiga kali hasil konferensi, sebagai wali negara, pertama dan terakhir, Wiranatakusumah. Namun ada versi lain Negara Pasundan yang berdiri 9 Mei 1947, dengan pemimpinnya Soeria Kartalegawa.
Negara Pasundan Federalis
RAA Soeria Kartalegawa
Saat Letnan Gubernur Jenderal Van Mook melakukan tahap-tahap awal pembentukan Indonesia Serikat, eks Bupati Garut Soeria Kartalegawa yang feodal, dan tidak bersimpatik pada pergerakan nasional, mendirikan Partai Rakyat Pasundan (PRP) di Bogor, atas ide eks Perwira KNIL, Kolonel Santoso, penasehat politik Van Mook. Pelaksanaannya dibantu oleh intel militer Belanda, NEVIS.
Namun karena reputasi Kartalegawa sangat buruk, Van der Plas bahkan menjulukinya fraudeur alias koruptor, sehingga bukan dia yang menjadi ketuanya, melainkan Raden Sadikin, pegawai pusat distribusi pangan milik Belanda di Bandung Utara. Sebagai sekretaris dan bendahara, ditunjuk dua orang yang sebelum perang menjadi sopir, dan di Era Pendudukan Jepang menjadi mandor kebun. Keanggotaan dilakukan dengan ‘paksaan halus’.
Kartalegawa berusaha mewujudkan Negara Pasundan yang merdeka dari Indonesia. Usaha ini didukung Residen Belanda di Bandung, M. Klaassen, yang menulis sebuah laporan, tertanggal 27 Desember 1946. Residen Preanger itu menulis dalam laporannya, bahwa sejak berabad-abad lamanya, terjadi persaingan etnis Sunda-Jawa, akibat perbedaan adat, tradisi, dan mentalitas. Indonesia selalu dipimpin oleh etnis Jawa, maka PRP dipandang sebagai suatu gerakan rakyat yang spontan.
Residen menyambut gembira, karena di Tatar Pasundan timbul gerakan antirepublik. Gerakan PRP semestinya didukung kendati di dalamnya terdapat orang yang tidak seluruhnya bisa dipercaya, hanya mengutamakan kepentingan dirinya sendiri, dan bukan karena mencintai Tatar Pasundan. Pendapat ini disetujui Gubernur Abbenhuis, tetapi Van Mook menolaknya.
Kartalegawa menjadi nekat, melihat sikap Van Mook. Pada sebuah pertemuan, 4 Mei 1947, di Bandung, yang dihadiri oleh 5000 orang, ia memproklamasikan Negara Pasundan. Kendati dilarang oleh Van Mook, pejabat Belanda setempat tetap menyediakan truk-truk untuk mengangkut para pengikut Kartalegawa ke Bogor. Di sini mereka disambut baik oleh Kolonel Thompson dan Residen Statius Muller.
Pada masa itu, Soekarno masih didukung oleh banyak rakyat dan Kartalegawa dianggap pembelot. Tapi ini tidak mencegah Kartalegawa melancarkan gerakan di Bogor, Mei 1947, yakni menduduki kantor-kantor dan stasiun, bahkan menawan seorang residen. Kasus PRP adalah pergolakan politik yang menggambarkan situasi pasca Agresi Militer, Juli 1947, di Tatar Sunda.
Negara Pasundan Republiken
Raden Aria Wiranatakusumah, Presiden Negara Pasundan.
Jika Negara Pasundan versi Kartalegawa dari golongan federalis kurang didukung oleh tokoh-tokoh Pasundan, sehingga tidak berjalan, maka berbeda dengan Negara Pasundan versi Wiranatakusumah dari golongan republiken yang cukup menggeliat, karena melibatkan tokoh-tokoh Sunda dalam konferensi.
Dua sikap politik yang terjadi terkait Negara Pasundan; federalis, yaitu sikap mendukung Indonesia Serikat. Dan republiken, yang mendukung Republik Indonesia dan menolak Indonesia Serikat. Keterlibatan para tokoh republiken pada Negara Pasundan, lebih merupakan strategi politik agar Tatar Pasundan tidak lepas dari Republik Indonesia. Salah satu tokoh penting dalam perjuangan tersebut adalah Wiranatakusumah yang diangkat menjadi Presiden Pasundan.
Wiranatakusumah merupakan figur vokal dalam memperjuangkan nasib kaum pegawai bumiputera. Ia menginginkan agar bupati, selain sebagai alat birokrasi pemerintah, juga harus berpolitik untuk kepentingan kaum pribumi. Ketika menjabat Bupati Bandung, untuk menjalin hubungan informasi dengan pejabat pemerintahan hingga ke tingkat desa, ia menerbitkan majalah Obor.
Soekarno meminta kepada para pangreh praja yang pernah menjabat pegawai pemerintahan kolonial Belanda, agar loyal kepada Republik Indonesia. Wiranatakusumah sangat mendukung perjuangan kaum nasionalis dan pemerintahan Republik Indonesia itu. Ketika diadakan konferensi pangreh praja, 2 September 1945, di Jakarta, Wiranatakusumah menjadi tokoh penting di dalamnya.
Wiranatakusumah mendesak pangreh praja agar mendekati rakyat dan komite-komite nasional, untuk menghindari anggapan campur-tangan dalam kedudukan mereka, karena situasi menuntut adanya persatuan dan kesatuan. Kedekatan dan pemikiran nasionalis ini antara lain membawa Wiranatakusumah menjabat Menteri Dalam Negeri Indonesia yang pertama.
Walaupun menjadi pejabat dalam pemerintahan pusat, Wiranatakusumah tidak melupakan perjuangan di Pasundan. Gagalnya Kartalegawa dalam mendirikan Negara Pasundan, telah menyadarkan Belanda bahwa Kartalegawa bukanlah tokoh yang berpengaruh di Pasundan. Belanda kemudian melibatkan semua lapisan masyarakat melalui konferensi, membangun Negara Bagian Pasundan.
Konferensi pertama kali dilakukan di Bandung, 12-19 Oktober 1947, diselenggarakan Recomba, dihadiri 50 orang, dari pejabat pemerintah, tokoh agama, kalangan swasta, tokoh pendidikan, dan psikolog. Pembicaraan utama dalam konferensi ini adalah perlu atau tidaknya pembentukan Negara Pasundan.
Dalam menyikapi pembicaraan tersebut, terdapat 3 pendapat. Pertama, federalis, yang menghendaki pendirian Negara Pasundan yang terpisah dari Indonesia. Kedua, republiken, yang tidak menghendaki berdirinya suatu negara yang terpisah dari Indonesia. Dan ketiga, kelompok abstain.
Konferensi pertama belum menghasilkan pembentukan Negara Pasundan, sehingga konferensi dilanjutkan berikutnya, 16-20 Desember 1947, melibatkan bangsa pribumi, pendatang Cina, pendatang Arab, dan orang Belanda, total berjumlah 159 orang.
Hingga Konferensi Jabar III dilaksanakan, tepatnya 23 Februari - 5 Maret 1948 di Bandung. Konferensi ini bertujuan melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam konferensi-konferensi sebelumnya, yaitu berdirinya Negara Pasundan, dan terpilihnya Wiranatakusumah sebagai presiden.
Wiranatakusumah terpilih melalui proses pemilihan. Dalam pemilihan ini ada 2 kubu yang bersaing, yaitu federalis dan republiken. Wiranatakusumah merupakan perwakilan dari kubu republiken, sedangkan wakil dari kubu federalis adalah Hilman Djajadiningrat.
Kemenangan Wiranatakusumah merupakan kemenangan kaum republiken yang tidak memiliki tujuan khusus membentuk Negara Pasundan, melainkan strategi politik belaka agar Pasundan tidak terpisah dari Indonesia.
Terpilihnya Wiranatakusumah sebagai Presiden Pasundan, mendapat restu dari Soekarno. Ketika terpilih, Wiranatakusumah masih menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Agung Indonesia dan berkedudukan di Yogyakarta, ibukota Indonesia saat itu, karena Jakarta diduduki Belanda.
Soekarno melihat, kemenangan Wiranatakusumah merupakan kemenangan Indonesia sekaligus, mengingat Wiranatakusumah adalah tokoh Sunda republiken Pro-Indonesia.
Sikap republiken Wiranatakusumah dalam menjalankan pemerintahan Negara Pasundan sangat menonjol. Ia menunjuk tokoh republiken dari Paguyuban Pasundan, Adil Puradiredja sebagai Perdana Menteri Pasundan. Dalam Koran Siasat, Adil mengatakan bahwa Negara Pasundan bukanlah tujuan, melainkan hanyalah jalan. Pernyataan Adil ini mendapat teguran dari Belanda.
Saat terjadi Agresi Militer II, 19 Desember 1948, Adil Puradiredja mengundurkan diri, sebagai bentuk protes. Adil digantikan Tumenggung Djumhana. Program Djumhana mendapat teguran pula dari Belanda, bahkan mengancam akan membubarkan Negara Pasundan dan diganti dengan pemerintahan militer. Tekanan Belanda tersebut direspons Wiranatakusumah dengan balik mengancam ia akan meletakkan jabatannya.
Kedudukan Negara Pasundan semakin lemah setelah terjadinya Peristiwa APRA, Angkatan Perang Ratu Adil, yang dipimpin Westerling 30 Januari 1950, Presiden Pasundan menyerahkan mandatnya kepada Parlemen Pasundan.
Di kediaman Presiden, dilangsungkan serah-terima kekuasaan Negara Pasundan kepada Komisaris Republik Indonesia, Sewaka. Tanggal 8 Maret 1950, Negara Pasundan resmi bubar dan kembali berada di bawah Republik Indonesia.
4. Negara Jawa Timur
Negara Jawa Timur
1948–1950
Walinegara
Zaman sejarah
 - 
Didirikan
1948
 - 
Dibubarkan
1950
Negara Jawa Timur adalah sebuah wilayah bentukan Belanda yang didirikan pada tanggal 26 November 1948. Pada tanggal 9 Maret 1950, wilayah ini bergabung dengan Republik Indonesia.
5. Negara Madura
Madura
1948–1950
Flag
Walinegara
Zaman sejarah
 - 
Negara Madura didirikan
23 Januari 1948
 - 
Diakui oleh Belanda
20 Februari 1948
 - 
Bergabung dengan Republik Indonesia
9 Maret 1950
Negara Madura adalah negara yang dibentuk pada tanggal 23 Januari 1948 atas rekayasa Van der Plas yang saat itu menjadi Gubernur Belanda di Jawa Timur dan merupakan tangan kanan van Mook. Wilayah Negara ini meliputi Pulau Madura dan pulau-pulau kecil sekitarnya.
Negara Madura dibentuk melalui pemungutan suara, dengan intimidasi Belanda. Pada tanggal 20 Februari 1948 pemerintah Hindia Belanda mengakui berdirinya negara Madura. R. A. A. Tjakraningrat terpilih sebagai wali negara Madura. Karena tekanan gerakan pro-Republik, Negara Madura bubar dan akhirnya bergabung dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 19 Maret 1950 terbit Surat Keputusan Presiden RIS yang isinya menetapkan daerah Madura sebagai Karesidenan dari Republik Indonesia. Keputusan Presiden ini ditindaklanjuti dengan serah terima kekuasaan di Madura kepada pejabat baru R. Sunarto Hadiwijoyo. Dengan demikian sejak itu Madura berada di bawah Republik Indonesia.

6. Negara Sumatera Timur

Sumatera Timur
1947–1950
Flag
Walinegara
 - 
1947-1950
Tengku Mansur[1]
Sejarah

 - 
Didirikan
25 Desember 1947
 - 
Dibubarkan
15 Agustus 1950
Negara Sumatera Timur didirikan oleh Belanda pada tanggal 25 Desember 1947 dalam usaha mempertahankan daerah kaya minyak dan perkebunan tembakau dan karet di daerah yang saat ini menjadi provinsi Sumatera Utara pesisir timur. Bagi Belanda, hasil perkebunan karet dan minyak adalah sangat penting dalam usaha penjajahan kembali wilayah Indonesia yang luas. Sebelumnya pada 8 Oktober 1947, Belanda mendeklarasikan Daerah Istimewa Sumatera Timur dengan gubernur Dr. Tengku Mansur, seorang bangsawan Kesultanan Asahan yang juga ketua organisasi Persatuan Sumatera Timur.[2]
Negara Sumatera Timur (NST) adalah salah satu negara bagian buatan Belanda yang bertahan cukup lama selain Negara Indonesia Timur karena terdapat banyak faktor kompleks yang membentuk persekutuan anti-republik. Persekutuan tersebut terdiri atas kaum bangsawan Melayu, sebagian besar raja-raja Simalungun, beberapa kepala suku Karo dan kebanyakan tokoh masyarakat Cina. Mereka semua merasa kedudukannya terancam dengan berdirinya negara baru. Perasaan itu muncul karena pada masa-masa awal tahun kemerdekaan terdapat pengalaman pahit dengan tekanan kaum muda pro-republik yang sangat anti bangsawan dan anti kemapanan. (Lihat revolusi sosial 1946) Dengan datangnya Belanda bersama Inggris (dan juga setelah Agresi Militer I) di Sumatra, persekutuan anti-republik mendorong dan menyambut berdirinya NST. Meski demikian banyak pula rakyat yang menentang berdirinya NST dan melakukan perlawanan militer terhadap Belanda.
Setelah perjanjian KMB disetujui, maka pada tanggal 3-5 Mei 1950 diadakan perundingan antara perdana menteri RIS M.Hatta dengan Presiden NST Dr. Tengku Mansur (juga dengan Presiden Negara Indonesia Timur Sukawati) yang menyetujui pembentukan negara kesatuan. Pada tanggal 13 Mei 1950 Dewan Sumatera Timur menentang keputusan tersebut. Meski demikian Dewan Sumatera Timur masih bersedia menerima pembubaran RIS dengan syarat NST dileburkan ke dalam RIS, bukan RI. Pada tanggal 15 Agustus 1950, terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan NST bubar
7. Negara Sumatera Selatan
Sumatera Selatan
1948–1950
Flag
Walinegara
Sejarah

 - 
Didirikan
30 Agustus 1948
 - 
Bergabung dengan Republik Indonesia
24 Maret 1950
Negara Sumatera Selatan adalah sebuah wilayah bentukan Belanda pada tanggal 30 Agustus 1948.
b. Perjanjian Roem-Royen
Latar belakang
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda tetap saja tidak mau mengakui kelahiran negara indonesia. Dan Belanda pun membuat negara boneka yang bertujuan mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Negara boneka tersebut dipimpin oleh Van Mook. Dan Belanda mengadakan konferensi pembentukan Badan Permusyawaratan Federal(BFO) 27 Mei 1948.
Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda dengan menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Dengan begitu Indonesia menunjukkan kegigihan mempertahankan wilayahnya dari segala agresi Belanda. Akhirnya konflik bersenjata harus segera diakhiri dengan jalan diplomasi. Dan atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika.

Hasil Perundingan
Perjanjian Roem Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, kemudian dibacakan kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan resolusi dewan keamanan PBB tertanggal 28 januari 1949 dan persetujuannya tanggal 23 Maret 1949. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan J. H. van Roijen.

Pernyataan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Mr. Roem :
1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas Gerilya,
2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar,
3. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, dan
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang.

Pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen :
1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta,
2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat pemimpin-pemimpin republic Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948, dan
3. Pemerintah Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1949 diselenggarakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia, BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley, diadakan dan menghasilkan keputusan:
1. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948,
2. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak, dan
3. Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.

Dampak
Dengan tercapainya kesepakatan dalam perundingan, Pemerintah Darurat Republik Indonesia memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan Yogyakarta oleh pihak Belanda. Pada tanggal 1 juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya.
Pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet Republik Indonesia yang pertama, dan Mr. Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX diangkat menjadi Menteri Pertahanan merangkap ketua koordinator keamanan. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di kota Den Haag Belanda.

c. Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.
BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gede Agung, memainkan peran penting dalam pembentukan BFO.
BFO yang dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan dari strategi van Mook mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia yang dimulai sejak 1946. Beberapa negara federal yang tergabung dalam BFO masih menyisakan jejak-jejak van Mook.
Tetapi tidak berarti BFO sepenuhnya dikendalikan oleh van Mook atau Belanda. Bahkan dalam beberapa hal, BFO dan van Mook berseberangan sudut pandang. BFO yang lahir di Bandung bergerak dalam kerangka negara Indonesia yang merdeka, berdaulat dan berbentuk negara federal. BFO ingin agar badan federasi inilah yang kelak juga menaungi RI di bawah payung Republik Indonesia Serikat.
Ini berbeda titik pijak dengan van Mook yang jusrtu berharap BFO bisa menjadi pintu masuk untuk meniadakan pemerintah Indonesia, persisnya Republik Indonesia. Kegagalan mengendalikan sepenuhnya BFO inilah yang menjadi salah satu penyebab mundurnya van Mook sebagai orang yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda guna mengusahakan kembalinya tatanan kolonial. Alasan itu menjadi penyebab Wakil Tinggi Pemerintah Belanda di Jakarta, Beel, juga mengundurkan diri dari jabatannya.
BFO ikut pula memainkan peran penting dalam membebaskan para petinggi RI yang ditangkap Belanda pada Agresi Militer II. Para pemimpin BFO mengambil sikap yang tak diduga oleh Belanda tersebut menyusul Agresi Militer II yang diangap melecehkan kedaulatan sebuah bangsa di tanah airnya. Agresi Militer II tak cuma melahirkan simpati dunia internasional, melainkan juga simpati negara-negara federal yang sebelumnya memisahkan dari RI.
Selain membahas aspek-aspek mendasar hingga teknis perencanaan membangun dan membentuk RIS, Konferensi Intern-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi internal menjelang digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949.
Bagi pemerintah RI sendiri, kesediaan menggelar Konferensi Inter-Indonesia bukan semata karena ketiadaan pilihan lain yang lebih baik, melainkan juga karena pemerintah RI menganggap BFO tidak lagi sama persis dengan BFO yang direncanakan van Mook. Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi yang berlangsung hingga 22 Juli itu banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
1) Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat),
2) RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden,
3) RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda,
4) Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan
5) Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde Agung untuk menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB.


d. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Suasana sidang Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.

Latar belakang
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.

Hasil konferensi
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
1) Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun,
2) Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarki Belanda sebagai kepala negara,
3) Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat,
4) Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat,
5) Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland,
6) Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949, dan
7) Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan.

Dampak KMB
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.




e. Peran PBB
Selama Indonesia dan Belanda bertikai, PBB turut membantu dalam setiap usaha penyelesaian pertikaian antara tahun 1945-1950. Pada tanggal 24 januari 1949 Dewan Keamanan PBBmengeluarkan resolusi yang disetujui oleh semua negara anggota, yaitu:
1. Membebaskan Presiden dan Wakil Presiden serta pemimpin-pemimpin Republik Indonesia yang ditangkap pada tanggal 19 Desember 1948, dan
2. Memerintahkan KTN agar memberikan laporan lengkap mengenai situasi di Indonesia sejak 19 Desember 1948.

Hasil-hasil keputusan PBB lainnya adalah :
1. Piagam Pengakuan Kedaulatan 27 Desember 1949,
2. Pembentukkan RIS (Republik Indonesia Serikat),
3. Pembentukkan Uni Indonesia-Belanda,
4. Pembubaran tentara KNIL dan KL yang diintegrasikan kedalam APRIS,
5. Piagam tentang kewarganegaraan,
6. Persetujuan tentang ekonomi keuangan, dan
7. Masalah Irian Barat akan dibicarakan kembali setahun kemudian.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal 28 September 1950 Indonesia kembali diterima menjadi anggota PBB yang ke-60. Dengan ini berarti Indonesia telah mendapat pengakuan dari dunia internasional sebagai negara merdeka.

F. Kembali Membentuk NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Sebagian besar negara bagian yang tergabung dalam RIS mendukung untuk terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hanya dua orang saja yang mendukung sistem federal yaitu Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede Agung.
Pada tanggal 19 Mei 1950, diadakan persetujuan antara RIS dengan RI untuk mempersiapkan prosedur pembentukkan negara kesatuan. Pihak RIS diwakili oleh Mohammad hatta dan pihak RI diwakili oleh dr. Abdul Halim. Pertemuan tersebut sepakat untuk mendirikan NKRI. UUD NKRI dirancang oleh panitia yang dipimpin oleh Prof. Dr. Soepomo. UUD NKRI mengandung unsur UUD 1945 dan UUD RIS. Pada tanggal 14 Agustus 1950, rancangan UUD NKRI disetujui oleh parlemen RIS serta KNIP.
Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang dasar NKRI menjadi UUD 1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS resmi dibubarkan dan dibentuk NKRI dengan UUDS 1950 sebagai konstitusinya.


BAB III
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Republik Indonesia Serikat (RIS)

Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar yang bersejarah ini dibuka dengan resmi dengan suatu siding lengkap di Bangsal Ksatria (Ridderzaal) Staten General (Kedua Majelis Parlemen) di Lapangan Binnen Hof, Den Haag, dengan suatu Pidato Perdana Menteri, Dress.
Dalam Konferensi Meja Bundar telah memutuskan untuk membentuk lima Komisi yakni :
a.       Komisi untuk urusan Politik dan Konstitusional
b.       Komisi untuk urusan Keuangan dan Ekonomi
c.       Komisi untuk urusan Militer
d.       Komisi untuk Urusan Kebudayaan
e.        Komisi untuk Urusan Sosial
Dalam Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan tanggal 23 Agustus 1949, yang secara resmi belanda menyerahkan pemerintahan sendiri terhadap Republik Indonesia Serikat. Tetapi sebuah ironi, manakala kesepakatan KMB tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Republik. Belanda dalam KMB menyatakan menyerahkan kedaulatan penuh kepada RIS, tetapi tidak menyerahkan beserta Irian Barat/Irian Jaya.
Letnan Gubernur jenderal Van Mook mengatakan atas nama Pemerintah Belanda, bahwa Irian Jaya untuk selanjutnya akan merupakan bagian integral daerah RIS yang akan datang. Hanya karena jaminan resmi ini, Konferensi dapat menyetujui untuk memisahkan Irian Jaya dari daerah Indonesia Timur (Arsip Kementrian Dalam Negeri, berkas telegram, no 7. Dalam Ide anak Agung Gde Agung, 1983:297)
Dalam hal ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa belanda menggunakan Irian Jaya sebagai kunci agar Republik Indonesia tidak dapat bergerak dengan leluasa. RIS akan berada dalam pengawasan Belanda karena Irian Jaya belum bisa masuk ke dalam kedaulatan RIS. Belanda tidak benar – benar memberikan kedaulatan penuh kepada RIS.
Pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam diadakan Uapacara Penyerahan Kedaulatan dari kerajaan belanda kepada Republik Indonesia Serikat.

B. Berakhirnya Republik Indonesia Serikat

Kesepakatan antara kerajaan Belanda dengan Republik Indonesia demi menghindari peperangan serta mengurangi penderitaan rakyat Indonesia dari perang, serta menghindari terjadinya Agresi militer Belanda, maka pemerintah RI bersedia untuk berkompromi dengan pemerintah kerajaan Belanda. Dalam perundingan – perundingannya, kedua belah pihak dibentu oleh Negara – Negara yang memperdulikan perdamaian serta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB).
Berbagai jalan telah ditempuh untuk mencari pemecahan permasalahan antara Belanda dengan Indonesia, melalui Konferensi Asia di New Delhi India yang dilaksanakan tanggal 20 Januari 1949 merupakan salah satu jalan untuk mencari pemecahan masalah antara kedua belah pihak. Resolusi Dewan Keamanan PBB turut membantu dalam mencari jalan keluar dengan mengeluarkan Resolusi – resolusi perdamaian.
Komite Tiga Negara (KTN) yang menjadi salah satu resolusi Dewan Keamanan, Belanda yang diwakili oleh Belgia, Indonesia diwakili oleh Australia yang selanjutnya difasilitasi oleh Amerika Serikat. Yang selanjutnya diteruskan dalam kesepakatan Renville yang dilaksanakan di atas Kapal Perang USS. Renville milik Amerika Serikat telah ditempuh kedua belah pihak demi perdamaian keduanya.
Maka disepakati pula hasil kesepakatan Roem Royen untuk mengatasi krisis antara Belanda dengan Indonesia yang sempat meruncing dengan dilancarkannya Agresi militer. Sebuah kesepakatan yang akan membawa Republik Indonesia dan Belanda menuju pada suatu pemahaman dan membentuk suatu pemerintahan bersama dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
Ketika Konferensi Meja Bundar dibuka tanggal 23 Agustus 1949, maka dimulailah perundingan – perundingan yang akan membawa Indonesia dalam mencari jalan baru tanpa adanya peperangan dan jalan untuk membentuk suatu kedaulatan baru. Sebuah perundingan yang menghasilkan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik Indonesia Serikat yang diresmikan tanggal 27 Desember 1949 telah membawa Republik Indonesia memasuki era baru, yaitu menjadi sebuah Negara Bagian yang dibentuk oleh Belanda dengan sistem pemerintahan federal.
Adalah Letnan Gubernur Jenderal Van Mook, yang merancang ide untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Federal. Adalah Letnan Gubernur Jenderal Van Mook yang mendirikan Negara – Negara boneka di indonesia demi melemahkan dan membatasi ruang gerak politik dari pemerintahan Republik Indonesia yang sah. Dan ide Van Mook sehingga Belanda melaksanakan Agresi Militernya, sehingga membuat Republik Indonesia mengambil jalan untuk berunding dan mencari jalan keluar tanpa peperangan. Dan mau tidak mau Indonesia harus menerima hasil perundingan KMB yang menyepakati dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
Hasil – hasil perundingan antara Kerajaan belanda dan Republik Indonesia yang telah dilakukan di berbagai kesempatan dan waktu sehingga menghasilkan Republik Indonesia Serikat tidak membawa pengaruh yang berarti. Terbukti sejak pendeklarasian RIS sebagai Negara yang berdaulat, ternyata kedaulatan RIS tidak berjalan lama dan dapat dikatakan hanya seumur jagung. Suatu perjuangan yang sia – sia yang dilakukan Indonesia dan Belanda, karena pada dasarnya kedaulatan Republik Indonesia akan kembali menjadi tumpuan bersatunya seluruh wilayah di Indonesia.

Beberapa penyebab gagalnya Republik Indonesia Serikat dalam mempertahankan kedaulatannya sebagai sebuah Negara Federal, adalah :
a.       Disintegrasi Kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
Di beberapa daerah di wilayah RIS telah terjadi pemberontakan dan gerakan yang mengancam kedaulatan RIS,yaitu: Gerakan angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Pimpinan Kapten Raymond Westerling dan Sultan Hamid II, Pemberontakan Andi Azis pimpinan KNIL di Makasar yang tidk menerima peleburan KNIL ke dalam APRIS, serta gerakan mendirikan Negara sendiri yaitu Republik Maluku Selatan (RMS) pimpinan Dr. Soumokil di Maluku yang tidak menerima kebijakan – kebijakan RIS.
b.       Ketatanegaraan Republik Indonesia Serikat
Adanya desakan dari Negara – Negara bagian RIS agar segera diadakan perubahan bentuk Negara. Alasannya adalah bahwa Negara – Negara bagian yang masuk ke dalam RIS masih setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan masih setia kepada Pancasila dan UUD’45.
c.       Masalah Keuangan dan Ekonomi RIS
Negara yang baru berdiri seperti RIS harus mendapat tanggung jawab dalam hal ekonomi dengan hutang akibat perang. Hal ini pula yang tidak dapat menopang kelangsungan kedaulatan RIS, ini yang menimbulkan rasa ketidak puasan rakyat dan Negara – Negara bagian terhadap kabijakan – kebijakan RIS yang diambil berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar tanggal 23 Agustus 1949.

Negara RIS buatan Belanda tidak dapat bertahan lama karena muncul tuntutan-tuntutan untuk kembali ke dalam bentuk NKRI sebagai perwujudan dari cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Gerakan menuju pembentukan NKRI mendapat dukungan yang kuat dari seluruh rakyat. Banyak Negara-negara bagian satu per satu menggabungkan diri dengan Negara bagian Republik Indonesia.
Pada tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera Selatan memutuskan untuk menyerahkan kekuasaannya pada RI. Tindakan semacam ini dengan cepat dilakukan oleh Negara-negaa bagian lainnya ynag cenderung untu menghapuskan Negara-negara bagian dan menggabungkan diri ke dalam RI. Pada akhir Maret 1950, hanya tersisa empat Negara bagian dalam RIS, yaitu Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Negara Indonesia Timur, dan Republik Indonesia. Pada akhir April 1950, maka hanya Republik Indonesia yang tersisa dalam RIS (Historia66's Blog, 1 Maret 2010)
Penggabungan Negara-negara bagian ke dalam RI menimbulkan persoalan baru khususnya dalam hubungan luar negeri. Hal ini karena RI hanya Negara bagian RIS, hubungan luar negeri yang berlangsung selama ini dilakukan oleh RIS. Sehingga peleburan Negara RIS ke dalam RI harus dihindari untuk menjamin kedaulatan negara. Solusinya adalah RIS harus menjelma menjadi RI.
Setelah diadakan konferensi antara Pemerintah RIS dan RI untuk membahas penyatuan negara, pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah RIS dan RI menandatangani Piagam Persetujuan pembentukan Negara kesatuan. Pokok dari isi piagam tersebut adalah kedua belah pihak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya melaksanakan pembentukan Negara kesatuan berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rapat-rapat antara pemerintah RIS dan RI mengenai Negara kesatuan semakin sering dilakukan. Setelah rapat mengenai Pembagian daerah yang akan merupakan wilayah NKRI, maka pada tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat gabungan yang terakhir dari DPR dan Senat RIS di mana dalam rapat ini akan dibicarakan “piagam pernyataan” terbentuknya NKRI oleh Presiden Soekarno. Setelah pembacaan piagam pernyataan terbentuknya NKRI, maka dengan demikian maka pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Kesatuan diproklamirkan oleh Soekarno dan berlakulah Undang – Undang dasar baru Negara Kesatuan Republik Indonesia (Ide Anak agung Gde Agung,1983:334).



BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN






GAMBAR KEGIATAN PEMBENTUKAN RIS










DAFTAR PUSTAKA

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ